Rumah Aceh (Baet Al-Asyi) bertingkat lima terletak di kawasan Jiad Bir Balila 400 m dari Masjidil Haram
Disini dulu banyak tinggal tokoh keturunan Aceh, seperti Syekh Muhammad Asyi, Syekh Abdul Hamid, Syekh Mahmud Asyi, Syekh Jamil, Tgk Abd. Salam dan lain-lain yang semuanya tinggal bersama keluarga.
Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsy (Habib Bugak)
Rabu, 29 Februari 2012
Rabu, 22 Februari 2012
Aceh : Haji Gratis Karena Habib Bugak
Musim haji kembali tiba, semua ummat muslim yang beriman dan mempunyai kemampuan –Insyaallah- akan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.
Ada yang sudah berangkat dan yang masih dalam daftar tunggu.
Aceh sebagai negeri yang mayoritas penduduk beragama islam juga turut menfasilitasi masyarakatnya menunaikan ibadah haji.
Jejak Indatu Ureueng Aceh Dari Sumatera hingga Afrika
A. Di Sumatera dan Semenajung Melayu
Ceu atau tapal batas Aceh di Pondok Kelapa (patok mirah-pal merah) sekarang masuk Sumatera Utara, yaitu dekat kawasan Gudang KURNIA sekarang.
Sementara itu, menurut Hikayat Panglima Malem Dagang, batas Aceh sampai Sungai Kampar di Riau. Pada masa Belanda mendarat ke Sumatera Timur, berhasil direbut daerah taklukan Aceh sampai ke daerah Gebang. Pada masa itu Gubernur Sumatera Timur, Tuanku Hasyem Banta Muda, berhasil menghadang pasukan Belanda yang hendak ke Aceh. Makanya, daerah tersebut diberi nama Geubang (sekarang Gebang masuk wilayah Propinsi Sumatra Utara). Di situlah batas Aceh pada masa perang dengan Belanda di Sumatera Timur. Pada masa bergabung dengan Indonesia, batasnya dipindah lagi ke Langkat Teuming.
Ceu atau tapal batas Aceh di Pondok Kelapa (patok mirah-pal merah) sekarang masuk Sumatera Utara, yaitu dekat kawasan Gudang KURNIA sekarang.
Sementara itu, menurut Hikayat Panglima Malem Dagang, batas Aceh sampai Sungai Kampar di Riau. Pada masa Belanda mendarat ke Sumatera Timur, berhasil direbut daerah taklukan Aceh sampai ke daerah Gebang. Pada masa itu Gubernur Sumatera Timur, Tuanku Hasyem Banta Muda, berhasil menghadang pasukan Belanda yang hendak ke Aceh. Makanya, daerah tersebut diberi nama Geubang (sekarang Gebang masuk wilayah Propinsi Sumatra Utara). Di situlah batas Aceh pada masa perang dengan Belanda di Sumatera Timur. Pada masa bergabung dengan Indonesia, batasnya dipindah lagi ke Langkat Teuming.
Aceh di Tanah Makkah Al Mukarramah
”Asyi”, sebutan marga Aceh dikalangan orang Arab. Gelar Asyi ini adalah merupakan sebuah pengakuan identitas bagi seluruh orang Aceh di Arab Saudi yang sangat terhormat, sehingga gelar "al-Asyi" ini kemudian bisa dikatakan sebagai salah satu marga Aceh yang wujud di Tanah Arab.
Sebutan negeri Aceh adalah tidak asing bagi sebagian orang Arab walaupun sekarang hanyalah salah satu propinsi di negeri ini. Karena itu, saya memandang bahwa martabat orang Aceh di Arab Saudi sangat luar biasa. Sejauh ini, gelar ini memang tidak begitu banyak, namun mengingat kontribusi para Asyi ini pada kerajaan Saudi Arabia, saya berkeyakinan bahwa ada hubungan yang cukup kuat secara emosional antara tanah Arab ini dengan Serambinya, yaitu Aceh.
Makam Hartawan Arab Masih Telantar : Rakyat Aceh (sambungan)
Untuk mencapai lokasi pemakaman Habib Bugak di Dusun Pante Sidom Desa Pante Peusangan, Kecamatan Jangka, harus berjalan kaki diantara jalan setapak dan pematang sawah sejauh 700 meter. Komplek makam hartawan yang mewakafkan hotel bernilai Rp 5,5 triliun di Kota Mekkah itu, tampak masih terabaikan dan luput dari perhatian.
Komplek pemakaman di tengah areal persawahan dengan luas 50 X 80 meter itu, merupakan satu-satunya situs sejarah Habib Bugak yang masih tersisa. Di lokasi kuburan tempat bersemayamnya mantan penguasa pesisir utara Aceh dan keluarga, telah dipugari dengan pagar kawat berduri. 18 batang pohon kelapa serta puluhan pohon pinang setinggi 10 meter, berjejer di pinggir pagar dalam komplek situs Habib Bugak.
Pewakaf Baitul Asyi Bernilai Rp 5,5 Triliun: Rakyat Aceh
Seorang hartawan Arab yang menetap di Aceh abad 17-18 dilaporkan telah mewakafkan hotel berkapasitas 7000 orang, diperkirakan bernilai 200 juta Riyal atau Rp 5,5 triliun yang diwakaf untuk penginapan jemaah haji asal Aceh. Karena berada dekat dengan Masjidil Haram, kini dua bangunan mewah yang masing-masing tinggi 25 dan 28 lantai itu di kelola oleh seorang ulama Aceh, sesuai keputusan Mahkamah Syar’iyah Mekkah.
Pemilik rumah di Qusyasyiah yang berada diantara Marwah dengan Masjidil Haram dan kini dekat dengan pintu Bab Al Fatah, yakni Habib Abdurrahman bin Alwi Al Habsy atau digelar Habib Bugak Asyi. Ulama kelahiran Mekkah 1720 M ini pernah mendapat kepercayaan dari Kerajaan Aceh Darussalam, saat dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah (1763 M), dia kini dimakamkan di Dusun Pante Sidom, Desa Pante Peusangan, Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.
Arab Saudi Akui Tanah Wakaf Orang Aceh
Wakil Aceh Muhammad Nazar, mengatakan Kerajaan Arab Saudi melalui Mahkamah Tingginya mengakui keberadaan 14 tanah wakaf masyarakat Aceh di negara itu dan sudah menjadi aset Pemerintah Aceh. Banda Aceh, WASPADA Online
Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, mengatakan Kerajaan Arab Saudi melalui Mahkamah Tingginya mengakui keberadaan 14 tanah wakaf masyarakat Aceh di negara itu dan sudah menjadi aset Pemerintah Aceh.
Asal-Usul Rumah Aceh di Mekkah
Catatan M Adli Abdullah
Desember, jemaah haji dari Aceh akan kembali. Harapan meraih haji mabrur. Sambil menunggu kepulangan para tamu Allah itu, saya tertarik mengungkapkan impian dua tokoh Aceh yaitu Tgk. Abdurrahman BTM (pimpinan dayah) dan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Seperti dikatakan kepada wartawan Serambi, mereka akan memulangkan dana tanah wakaf di Arab Saudi saat ini. “Nah, kalau pimpinan yayasan Baitul Asyi nanti bersedia, dana tersebut dapat disisihkan pula kepada sejumlah pesantren di Aceh.”
Namun setelah bertemu dengan pengurus Baital Asyi Syekh Munir Abdul Ghani Mahmud Asyi yang dibantu oleh Syekh Khalid bin Abdurrahim bin Abdul Wahab Asyi dan wakil pemerintah Saudi yang ditempatkan di yayasan Baitul Asyi Syekh Dr. Abdul Lathif Balthu. Pengurus Baitul Asyi menuturkan bahwa. “Peruntukannya memang untuk jamaah haji yang berasal dari negeri Aceh, sesuai dengan ikrar wakaf dan kami telah jalankan dengan sangat baik,”
Desember, jemaah haji dari Aceh akan kembali. Harapan meraih haji mabrur. Sambil menunggu kepulangan para tamu Allah itu, saya tertarik mengungkapkan impian dua tokoh Aceh yaitu Tgk. Abdurrahman BTM (pimpinan dayah) dan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Seperti dikatakan kepada wartawan Serambi, mereka akan memulangkan dana tanah wakaf di Arab Saudi saat ini. “Nah, kalau pimpinan yayasan Baitul Asyi nanti bersedia, dana tersebut dapat disisihkan pula kepada sejumlah pesantren di Aceh.”
Namun setelah bertemu dengan pengurus Baital Asyi Syekh Munir Abdul Ghani Mahmud Asyi yang dibantu oleh Syekh Khalid bin Abdurrahim bin Abdul Wahab Asyi dan wakil pemerintah Saudi yang ditempatkan di yayasan Baitul Asyi Syekh Dr. Abdul Lathif Balthu. Pengurus Baitul Asyi menuturkan bahwa. “Peruntukannya memang untuk jamaah haji yang berasal dari negeri Aceh, sesuai dengan ikrar wakaf dan kami telah jalankan dengan sangat baik,”
Belajar dari Rumah Masa Depan Jemaah Haji Aceh
Mekkah, 7/12 (Pinmas) – Hanya sepelemparan batu dari Masjid Haram, di lantai 15 gedung yang seluruhnya bertingkat 25, terpampang jelas pusat peribadatan umat Islam di seluruh dunia. Tak perlu jauh melangkah, cukup membuka daun jendela kamar yang menghadap Masjid Haram, suara imam mesjid terdengar jelas melantunkan ayat suci. Makmum tinggal mengikuti seluruh bacaan sholat tersebut dari kamar.
Begitu mudahnya. Tak perlu berdesakan, tak perlu berpanasan, termasuk mencari transprotasi, itulah gambaran rumah masa depan jemaah haji asal Aceh. Rumah, yang kini lebih pantas disebut sebagai hotel itu, adalah peninggalan (wakaf) seorang Habib Aceh, Bugak Asyi. Konon, pada 18 Rabi’ul Akhir 1224, habib kaya raya tersebut mewakafkan tanah, yang pada awalnya berada di daerah Qusyasyiah, antara tempat Sa’i dengan Masjid Haram lama, kepada jemaah haji Aceh yang datang ke Mekah. Dia ingin, saudara-saudaranya itu tidak terlunta-lunta saat menjalankan ibadahnya di tanah suci.
HABIB BUGAK HABSYI: PEWAKAF BAITUL ASYI
Jama’ah haji Aceh sejak tahun 2007/2008 telah mendapat penggantian biaya pemondokan haji selama di Mekkah, yang totalnya menurut Pemda NAD sebesar Rp. 25 Milyar. Dana ini berasal dari Waqaf Baitul Asyi atau Wakaf Habib Bugak, yaitu waqaf yang telah diberikan oleh Habib Bugak Mekkah pada tahun 1224 H atau sekitar tahun 1800 M dan dikembangkan Nadzir (Pengelola waqaf) dengan profesional
Dari sebidang tanah telah menjadi berbagai asset, diantaranya adalah Hotel Jiad dan Menara Jiad setinggi 28 tingkat yang mampu menampung 7000 orang. Diperkirakan nilai wakaf Habib Bugak di Mekkah saat ini telah mencapai sekitar 200 juta Riyal atau sekitar 5,5 Trilyun Rupiah. Menurut ikrar waqaf Habib Bugak, beliau telah mewariskan hartanya untuk kepentingan masyarakat Aceh, terutama jama’ah haji dan yang bermukim di Mekkah. Adapun bunyi ikrar wakaf tersebut yang diringkas dan diterjemahkan dari Sertifikat Wakaf Haji Habib Bugak, yang dikeluarkan oleh Maulana Hakim Makkah Almukarramah adalah sebagai berikut :
“Yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh, dengan leluasa dan ikhlas telah mempersembahkan untuk dirinya akan bermanfaat bagi hartanya, dan semata-mata mengharap keridhaan Allah, serta menantikan fahala yang besar dari hari pembalasan Allah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, kita bersandar pada pengamalan sabda dari Rasulullah SAW (Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh)”.
Dari sebidang tanah telah menjadi berbagai asset, diantaranya adalah Hotel Jiad dan Menara Jiad setinggi 28 tingkat yang mampu menampung 7000 orang. Diperkirakan nilai wakaf Habib Bugak di Mekkah saat ini telah mencapai sekitar 200 juta Riyal atau sekitar 5,5 Trilyun Rupiah. Menurut ikrar waqaf Habib Bugak, beliau telah mewariskan hartanya untuk kepentingan masyarakat Aceh, terutama jama’ah haji dan yang bermukim di Mekkah. Adapun bunyi ikrar wakaf tersebut yang diringkas dan diterjemahkan dari Sertifikat Wakaf Haji Habib Bugak, yang dikeluarkan oleh Maulana Hakim Makkah Almukarramah adalah sebagai berikut :
“Yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh, dengan leluasa dan ikhlas telah mempersembahkan untuk dirinya akan bermanfaat bagi hartanya, dan semata-mata mengharap keridhaan Allah, serta menantikan fahala yang besar dari hari pembalasan Allah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, kita bersandar pada pengamalan sabda dari Rasulullah SAW (Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh)”.
Serambi Mekkah: Catatan Sejarah Kedermawanan Rakyat Aceh di Tanah Hijaz (Mekkah, Saudi Arabia)
Masih ingatkah Anda catatan sejarah tentang sumbangan masyarakat Aceh untuk perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia? Saat itu masyarakat Aceh menyumbangkan emas kepada pemerintah RI untuk membeli pesawat tahun 1948. Sebagian emasnya masih dapat Anda lihat kini pada tugu Monas (Monumen Nasional).
Hal ini bukan satu-satunya bukti kedermawanan rakyat Aceh. 200 tahun lebih sebelumnya, masyarakat Aceh telah mempraktekkan salah satu ajaran Islam yaitu, “tangan di atas, lebih baik daripada tangan di bawah”.
Pemko Banda Aceh Kurang Perhatikan Makam Ulama
Banda Aceh (ANTARA News) – Pemerhati sejarah menilai Pemerintah Kota Banda Aceh kurang memperhatikan makam-makam para ulama yang telah berjasa mengembangkan agama Islam di Provinsi Aceh, sehingga banyak peninggalan masa lalu yang terabaikan.
“Banyak makam-makan ulama Aceh pada abad ke-17 dan 18 kurang diperhatikan, padahal keberadaannya sangat penting untuk diingat kembali bagaimana peradaban dan perkembangan Islam di Aceh,” kata pemerhati sejarah Nab Bahany dan Tarmizi A Hamid, di Banda Aceh, Kamis.
Baitul Asyi, Warisan Peradaban Islam Aceh Baitul Asyi, Warisan Peradaban Islam Aceh
oleh : M Adli Abdullah – Opini
Dalam artikel kali ini, saya ingin kembali menggugah perhatian kita terhadap Baitul Asyi. Sebagaimana diberitakan Serambi Indonesia, baru-baru ini, 2.600 jemaah calon haji (JCH) asal Aceh di Mekkah, menerima pembagian uang kompensasi pengelolaan Baitul Asyi.
Tahun ini, dana Baitul Asyi yang disalurkan untuk para jemaah haji (JCH) asal Aceh sebesar 4.959.600 riyal atau Rp 14.878.800.000 kepada 4.133 jemaah (Serambi Indonesia, 29 Oktober 2010), Pemberian uang kompensasi ini dari pengelola Baitul Asyi (Rumah Aceh) di Mekkah, terus menjadi perbincangan para jemaah haji Nusantara.
Dalam artikel kali ini, saya ingin kembali menggugah perhatian kita terhadap Baitul Asyi. Sebagaimana diberitakan Serambi Indonesia, baru-baru ini, 2.600 jemaah calon haji (JCH) asal Aceh di Mekkah, menerima pembagian uang kompensasi pengelolaan Baitul Asyi.
Tahun ini, dana Baitul Asyi yang disalurkan untuk para jemaah haji (JCH) asal Aceh sebesar 4.959.600 riyal atau Rp 14.878.800.000 kepada 4.133 jemaah (Serambi Indonesia, 29 Oktober 2010), Pemberian uang kompensasi ini dari pengelola Baitul Asyi (Rumah Aceh) di Mekkah, terus menjadi perbincangan para jemaah haji Nusantara.
Mencari Habib Dalam Sarakata Aceh
Eksistensi ulama, sayyid dan habib sudah tumbuh sejak awal Islamisasi terjadi di Aceh, periode Kesultanan hingga masa kolonial. Mereka telah memainkan peran utama dan membangun pilar penting dalam bidang keagamaan, kenegaraan dan perekonomian. Sebagian kecil dari mereka tercatat rapi dalam manuskrip seperti Hikayat Raja-raja Pasai dan Bustanus Salatin. Namun, sebagian besar pudar dengan berbagai sebab, hanya meninggalkan sebuah teka teki nama, termasuk diantaranya Habib Bugak dan Sayyid Abdurrahman.
Sumber-sumber yang saya gunakan adalah surat ikrar Mahkamah Syari’ah Mekkah dan 6 (enam) sarakata Kesultanan Aceh dari hasil inventarisasi dan laporan Dr Hilmi Bakar dan Tim Red Crescent. Perbedaannya “mungkin” cara dan metodelogi yang digunakan untuk membedahnya, dari secuil ilmu yang saya miliki dan sumber terbatas yang saya ketahui. Sebagai info,
ikrar waqaf Mekkah ditulis tahun 1222 H, sedangkan sarakata I (1206 H), II & III (1224 H), IV (1270 H), V (1289 H) dan VI (tanpa tahun). Dan dua dari enam sarakata tidak berstempel Kesultanan.
Saya memulai dengan beberapa pertimbangan dari sumber di atas. Pertama kata Bugak dan tahun dalam ikrar wakaf di Mekkah tercatat pada tahun 1222 H. Apabila kata Bugak merujuk kepada julukan (kuniyah/kunyah) daerah atau tempat Habib meninggal dan dimakamkan, maka itu akan bertentangan dengan isi sarakata II, III, IV dan V, karena disebutkan ia masih hidup dan berkiprah di tahun 1224 H, 1270 H dan 1289 H di Peusangan, bukan di Bugak.
Sumber-sumber yang saya gunakan adalah surat ikrar Mahkamah Syari’ah Mekkah dan 6 (enam) sarakata Kesultanan Aceh dari hasil inventarisasi dan laporan Dr Hilmi Bakar dan Tim Red Crescent. Perbedaannya “mungkin” cara dan metodelogi yang digunakan untuk membedahnya, dari secuil ilmu yang saya miliki dan sumber terbatas yang saya ketahui. Sebagai info,
ikrar waqaf Mekkah ditulis tahun 1222 H, sedangkan sarakata I (1206 H), II & III (1224 H), IV (1270 H), V (1289 H) dan VI (tanpa tahun). Dan dua dari enam sarakata tidak berstempel Kesultanan.
Saya memulai dengan beberapa pertimbangan dari sumber di atas. Pertama kata Bugak dan tahun dalam ikrar wakaf di Mekkah tercatat pada tahun 1222 H. Apabila kata Bugak merujuk kepada julukan (kuniyah/kunyah) daerah atau tempat Habib meninggal dan dimakamkan, maka itu akan bertentangan dengan isi sarakata II, III, IV dan V, karena disebutkan ia masih hidup dan berkiprah di tahun 1224 H, 1270 H dan 1289 H di Peusangan, bukan di Bugak.
Dari Monklayu ke Baitul Asyi
Jamaah haji asal Aceh mendapat keistimewaan palayanan dibandingkan jamaah lainnya di nusantara. Pembagian uang pengganti sewa penginatapan dan transportasi selama di tanah suci hanya didapat oleh jamaah asal Aceh melalui Baitul Asyi (rumah Aceh).
Oleh: Iskandar NormanÂ
Baitul Asyi merupakan tanah wakaf Aceh yang dikelola oleh badan wakaf di Arab Saudi. Badan wakaf yang mengelola tanah tersebut awalnya tidak mengetahui kemana keuntungan pengelolaan tanah itu akan disalurkan.
Pernah pemerintah Indonesia ingin mengurus dan mendapat hak atas tanah wakaf tersebut. Alasannya, Aceh merupakan bagian dari negara Indonesia. Tanah wakaf tersebut pun berhak dinikmati oleh Bangsa Indonesia. Namun permintaan itu ditolak. Keuntungan dari pengelolaan itu hanya akan diberikan kepada orang Aceh.
Patgulipat Wakaf Baitul Asyi
Tidak banyak dari jamaah haji (hujjaj) Aceh yang mengetahui keberadaan Baitul Asyi di Mekkah, tanah yang diwakafkan indatunya khusus untuk hujjaj dari Aceh. Warisan paling berharga yang diberikan para leluhur terdahulu sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap generasinya itu kini menjadi aset bisnis yang megah dan strategis di sekitar pelataran Masjidil Haram.
Salah satunya terletak di daerah Qusyasyiah bertepatan dengan bab al-Fath Masjidil Haram, seperti hotel Ajyad (Funduk Ajyad) bertingkat 25 dan Menara Ajyad (Burj Ajyad) bertingkat 28 yang berjarak sekitar 500-600 meter dari Masjidil Haram. Kedua hotel tersebut mampu menampung lebih dari 7.000 jamaah yang dilengkapi dengan infrastruktur lengkap. Wakaf tersebut semakin bertambah dengan pembelian beberapa aset lagi. Hasil sumbangan, sedekah, dan infak hujjaj Aceh diwakafkan dalam bentuk tanah dan rumah di seputar Masjidil Haram tersebut yang dikoordinir oleh Habib Bugak sekitar tahun 1224 H/ 1809 M.
Jemaah Aceh Peroleh Uang Wakaf Habib Bugak Asyi
Makkah (ANTARA News) - Sekira 4.282 orang jamaah asal Embarkasi Banda Aceh (BTJ) memperoleh pembayaran uang pengganti sewa rumah dari Nazhir (Badan Pengelola) Wakaf Habib Bugak Asyi (Baitul Asyi Makkah). Pembayaran uang itu senilai 337 dolar Amerika Serikat (AS) dalam bentuk cek dan tafsir Al-Usyr Al-Akhir Qur'an Al Karim.
Pemberian uang itu merupakan pembagian keuntungan dari pengelolaan Wakaf yang didapatkan dari seorang dermawan asal Aceh, Habib Buja' (Bugak) Al-Asyi. Uang tersebut khusus diberikan kepada jamaah haji asal Aceh. Ini merupakan wasiat Habib Buja. Dia itu mewariskan wakaf tersebut untuk kemaslahatan jamaah asal Aceh di Makkah.
Siapa Habib Bugak?
EMPAT tahun silam(8 Desember 2006), dua tokoh Aceh, Prof Dr Al Yasa’ Abubakar (mantan Kadis Syariat Islam Aceh) dan Prof Dr Azman Ismail MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) telah mengeluarkan surat edaran tentang asal muasal Wakaf Habib Bugak Asyi, seorang dermawan Aceh telah mewakafkan sebuah rumah di Qusyasyiah, tempat antara Marwah dengan Masjidil Haram Mekkah dan sekarang sudah berada di dalam masjid dekat dengan pintu Bab al Fata.
Prof. Al Yasa’ yang menulis Mengenal Wakaf Habib Bugak (Seramb,18/11/2007), hanya menyebutkan Habib Bugak berasal dari kampung Bugak negeri Aceh, tanpa menyebut siapa nama asli beliau. Maka sejak tahun 2007, saya yang menjabat Direktur Nasional Red Crescent telah membentuk tim peneliti untuk mengungkap sejarah hidup Habib Bugak. Dan bulan Ramadan 1431 H lalu, saya sempat menemui langsung dengan Syekh Munir Abdul Ghani Ashi yang menjabat Direktur Pengelola (Nadzir) Wakaf Habib Bugak di Mekkah.
Pusara Habib Bugak Segera Dipugar
Bireuen | Harian Aceh -Â Pusara serta areal makam Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsy (Habib Bugak), pewakaf Baitul Asyi di Arab Saudi di Dusun Pantee Sidom, Desa Pantee Peusangan, Bugak, Kecamatan Jangka, Bireuen segera dipugar.
Makam Habib Abdurrahman (Habib Bugak), pewakaf Baitul Asyi di Arab Saudi di Desa Pantee Sidom, Bugak, Jangka, Bireuen yang tak terurus. (DOK | HARIAN ACEH)
Peniliti sejarah Habib Abdurrahman, Helmy Bakar didampingi Sekda Bireuen Ir Razuardi Ibrahim MT kepada Harian Aceh, Jumat (11/11) mengatakan, sudah meninjau dan meneliti tentang sejarah Habib Bugak.
Habib Bugak si pewakaf Baitul Asyi
Habib Bugak Asy adalah pewakaf Baitul Asyi, wafat pada tahun 1880 dimakamkan di pante sidom, kecamatan peusangan, menetap di bireun sejak 1776 – 1880 M, Beliau adalah seorang ulama besar yang berasal dari timur tengah yang mendapatkan kepercayaan Sultan Aceh Darussalam, Untuk mengembangkan syiar Islam di kawasan pesisir utara. telah mewakafkan berupa dua unit bangunan megah yang berdiri diatara marwah dan mesjidil haram dan kini berada dekat dengan pintu Bab Al Fatah bernilai 200 juta Riyal atau setara dengan 5,5 trilyun Rupiah.
Langganan:
Postingan (Atom)